Tema
: Pengabdian terhadap Ilmu dan Masyarakat
Street
of Science
(Jalur
Pengetahuan)
“Aku adalah budak dari orang yang
mengajariku walaupun hanya satu huruf. Jika dia mau, silahkan menjualku atau
memerdekakanku atau aku tetap sebagai budaknya”.
Kutipan kalimat indah di atas dituturkan
oleh sang menantu Rasulullah sekaligus Khalifah keempat, yakni Sayyidina Ali karramallhu
wajhahu. Kutipan beliau di atas menujukkan betapa mulianya sebuah ilmu di
mata beliau dengan cara menghargai orang yang mengajari beliau. Dan dalam hal
ini, Rasulullah pun mengakui mengenai sosok Sayyidina Ali dalam hal keilmuannya
dengan memberinya predikat dalam
perumpamaan sebuah syair :
انا
مدينة العلم وعلي بابها......
Aku (Muhammad) adalah kota dari ilmu, dan Ali adalah
pintunya.
nah yang menjadi pertanyaan,
mengapa Sayyidina Ali yang masuk dalam kategori sepuluh orang yang pasti masuk
surga begitu menghormati sebuah ilmu??
Ilmu didefinisikan sebagai
sebuah pengetahuan. Pengetahuan disini memanglah
bersifat umum, bias meliputi apapun baik
pengetahuan kwarnegaraan, pengetahuan tentang tingkah laku sesorang, pengetahuan
moral ataupun pengetahuan-pengetahuan yang lain. Karena pengertian inilah,
manusia yang memang telah dianugerahi oleh Allah sebuah alat yang
mengalahkan alat-alat lain yang dimiliki oleh makhluk Allah
bahkan malaikat sekalipun, yakni akal. Akal
berfungsi sebagai pengolah dan penyaring pengetahuan-pengetahuan yang
ditebarkan oleh Allah di dunia ini. Dengan akal kita bias memahami ilmu-olmu
yang tersirat maupun tersurat dalam sebuah peristiwa. Di sini ilmu dan akal
saling berkesinambungan karena akal tanpa ilmu juga tidak berfungsi, sebaliknya
ilmu tanpa di-akal
pun tak bias berfungsi juga.
Memang
pada dasarnya ilmu adalah suatu hal yang abstrak, tak
kasat mata, tidak dapat dirasakan dengan pancaindra. Namun pada kenyataanya
ilmu itu memang ada dan nyata adanya, serta penting keberadaanya. Dengan ilmu
seseorang dapat mendapat derajat yang tinggi dalam bidang masing-masing, dan
sebaliknya manusia tanpa ilmu sama dengan orang yang rendah derajatnya,
tentunnya dalam bidang masing-masing. Dengan ilmu seorang manusia dapat menjadi
manusia sesungguhnya. Dan dengan ilmu seorang manusia dapat memanusiakan manusia,
dan dengan ilmu juga seorang manusia dapat melakukana sesuatu.
Mengutip perkataan Salah seorang Asisten
Dosen Universitas Islam Indonesia yakni Mas Sa’id yang diambilnya dari pepatah
ulama mengucapkan, “ilmu tidak akan memberikan sedikitpun bagian dari dirinya
kecuali kita mengerhkan seluruh tenaga dan jerih upaya kita. Jika kita hanya setengah-setengah maka penyesalan yang
akan menantimu di kemudian hari”. Kutipan ini menunjukkan cara kita mendapatkan
sebuah pengetahuan. Hal ini bukanlah hal yang mudah karena dalam perjalanannya
pasti banyak halangan serta godaan yang cukup mengganggu.
Kutipan mas said tersebuta
sebenarnya memiliki hubungan dengan kutipan Sayyidina Ali yang tersurat di awal
tulisan. Jika seseorang ingin memiliki ilmu, maka ia harus mengusahakan dengan
segala yang dimilikinya. Manusia yang sedang dalam proses ini bias disamakan
dengan seorang budak (dalam istilah Sayyidina Ali) yang mau tidakmau harus
melakukan apapun untuk dapat menyelesaikan perintah yang diberikan tuannya.
Sekarang kita memasuki tahap berikutnya.
Setelah kita mendapat ilmu yang telah kita usahakan, lalu ilmu ini mau kita
apakan?? Untuk disimpan sendiri?? Untuk pamer?? Atau untuk kesenangan diri
sendiri semata??
Jawabannya terkutip dalam film “lucy”
yang diluncurkan pada tahun 2014. Dalam naskah film besutan Luc Besson dan
Christophe Lambert ini terdapat jawaban atas tujuan sebuah pengetahuan yakni
ketika dialog terjadi antara Scarlett Johansson yang memerankan Lucy dan Morgan
Freeman yang memerankan Profesor Samuel Norman. Lucy yang secara tidak sengaja
memiliki kecerdasan otak yang luar biasa mengalami kebingunga dengan semua
pengetahuan yang dimilikinya, hingga akhirnya dia menceritakannya kepada
Profesor Norman, “Aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan otakku”.
Profesor Norman pun menjawabnya dengan cukup singkat, “menyebarkan apa yang telah
dipelajari, tak ada tujuan yang lebih besar daripada itu”.
Banyak cara untuk penyebaran pengetahuan
itu sendiri. Semmisal guru yang mengajarkan mata pelajaran kepada murid,
manager yang mengajari karyawan-karyawannya, berdakwah di majelis-majelis pengajian,
dsb.
Tapi ada hal yang harus diperhatikan
sebelum mencapai tahap ‘tranfer’ pengetahuan ini yaitu tentang penguasaan
terhadap pengetahuan itu sendiri. Dalam terminologi Ushul Fikih terdapat
istilah jahl basit dan jahl murokkab. Jahl basith ialah
orang tidak tahu akan sesuatu dan ketidaktahuannya ini hanya disimpannya pada
dirinya sendiri. Selanjutnya jahl murokkab yakni orang yang tidak tahu
namun dia mengajarkan ketidaktahuannya ini ke orang lain yang berimbas ke orang
lain. Jahl murokkab inilah yang harus diwaspadai oleh orang-orang yang akan
menyebarkan pengetahuannya.
Jikalau boleh menyebutkan seorang tokoh
kita ambil contoh Bapak Bangsa kita yakni Bp. Abdurrahman Wahid. Beliau pernah
menyampaikan sepenggal kalimat untuk menyemangati para pemuda yang berisikan
tentang masa muda Gus Dur yang memiliki sedikit teman karena beliau sibuk
dengan belajar. Tapi pada masa-masa berikutnya ketika beliau beranjak dewasa
justru banyak orang yang ingin menjadi teman beliau karena keilmuan beliau yang
mendalam dan setelah itu barulah beliau masuk dalam tahap penyebaran
pengetahuan.
Kesimpulan yang dapat diambil ialah
adanya runtutan yang harus dipenuhi seseorang sebelum ia terjun ke dalam
masyarakat secara langsung (penyebaran pengetahuan). Yakni kematangan pengetahuan
yang dimilikinya. Karena itu , hendaknya
diri sendiri ini mawas diri, sudah cukupkah pengetahuan yang dimiliki??? Kalau
sudah dirasa cukup dan kita berani, silahkan sebarkan apa yang kalian ketahui
dan miliki agar pengetahuan-pengetahuan pada generasi berikutnya lebih baik
dari yang kita miliki.
Tugas Taarruf Mahasiswa Baru STAI Sunan Pandanaran : Membuat esay 3 Halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar