Sabtu, 12 September 2015



Tema : Pengabdian terhadap Ilmu dan Masyarakat

Street of Science
(Jalur Pengetahuan)
“Aku adalah budak dari orang yang mengajariku walaupun hanya satu huruf. Jika dia mau, silahkan menjualku atau memerdekakanku atau aku tetap sebagai budaknya”.
Kutipan kalimat indah di atas dituturkan oleh sang menantu Rasulullah sekaligus Khalifah keempat, yakni Sayyidina Ali karramallhu wajhahu. Kutipan beliau di atas menujukkan betapa mulianya sebuah ilmu di mata beliau dengan cara menghargai orang yang mengajari beliau. Dan dalam hal ini, Rasulullah pun mengakui mengenai sosok Sayyidina Ali dalam hal keilmuannya dengan memberinya predikat dalam perumpamaan sebuah syair :
انا مدينة العلم وعلي بابها......
Aku (Muhammad) adalah kota dari ilmu, dan Ali adalah pintunya.
nah yang menjadi pertanyaan, mengapa Sayyidina Ali yang masuk dalam kategori sepuluh orang yang pasti masuk surga begitu menghormati sebuah ilmu??
Ilmu didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan. Pengetahuan disini memanglah bersifat umum, bias meliputi apapun baik pengetahuan kwarnegaraan, pengetahuan tentang tingkah laku sesorang, pengetahuan moral ataupun pengetahuan-pengetahuan yang lain. Karena pengertian inilah, manusia yang memang telah dianugerahi oleh Allah sebuah alat  yang mengalahkan alat-alat lain yang dimiliki oleh makhluk Allah bahkan malaikat sekalipun, yakni akal. Akal berfungsi sebagai pengolah dan penyaring pengetahuan-pengetahuan yang ditebarkan oleh Allah di dunia ini. Dengan akal kita bias memahami ilmu-olmu yang tersirat maupun tersurat dalam sebuah peristiwa. Di sini ilmu dan akal saling berkesinambungan karena akal tanpa ilmu juga tidak berfungsi, sebaliknya ilmu tanpa di-akal pun tak bias berfungsi juga.
Memang  pada dasarnya ilmu adalah suatu hal yang abstrak, tak kasat mata, tidak dapat dirasakan dengan pancaindra. Namun pada kenyataanya ilmu itu memang ada dan nyata adanya, serta penting keberadaanya. Dengan ilmu seseorang dapat mendapat derajat yang tinggi dalam bidang masing-masing, dan sebaliknya manusia tanpa ilmu sama dengan orang yang rendah derajatnya, tentunnya dalam bidang masing-masing. Dengan ilmu seorang manusia dapat menjadi manusia sesungguhnya. Dan dengan ilmu seorang manusia dapat memanusiakan manusia, dan dengan ilmu juga seorang manusia dapat melakukana sesuatu.
Mengutip perkataan Salah seorang Asisten Dosen Universitas Islam Indonesia yakni Mas Sa’id yang diambilnya dari pepatah ulama mengucapkan, “ilmu tidak akan memberikan sedikitpun bagian dari dirinya kecuali kita mengerhkan seluruh tenaga dan jerih upaya kita. Jika kita hanya setengah-setengah maka penyesalan yang akan menantimu di kemudian hari”. Kutipan ini menunjukkan cara kita mendapatkan sebuah pengetahuan. Hal ini bukanlah hal yang mudah karena dalam perjalanannya pasti banyak halangan serta godaan yang cukup mengganggu.
Kutipan mas said tersebuta sebenarnya memiliki hubungan dengan kutipan Sayyidina Ali yang tersurat di awal tulisan. Jika seseorang ingin memiliki ilmu, maka ia harus mengusahakan dengan segala yang dimilikinya. Manusia yang sedang dalam proses ini bias disamakan dengan seorang budak (dalam istilah Sayyidina Ali) yang mau tidakmau harus melakukan apapun untuk dapat menyelesaikan perintah yang diberikan tuannya.
Sekarang kita memasuki tahap berikutnya. Setelah kita mendapat ilmu yang telah kita usahakan, lalu ilmu ini mau kita apakan?? Untuk disimpan sendiri?? Untuk pamer?? Atau untuk kesenangan diri sendiri semata??
Jawabannya terkutip dalam film “lucy” yang diluncurkan pada tahun 2014. Dalam naskah film besutan Luc Besson dan Christophe Lambert ini terdapat jawaban atas tujuan sebuah pengetahuan yakni ketika dialog terjadi antara Scarlett Johansson yang memerankan Lucy dan Morgan Freeman yang memerankan Profesor Samuel Norman. Lucy yang secara tidak sengaja memiliki kecerdasan otak yang luar biasa mengalami kebingunga dengan semua pengetahuan yang dimilikinya, hingga akhirnya dia menceritakannya kepada Profesor Norman, “Aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan otakku”. Profesor Norman pun menjawabnya dengan cukup singkat, “menyebarkan apa yang telah dipelajari, tak ada tujuan yang lebih besar daripada itu”.
Banyak cara untuk penyebaran pengetahuan itu sendiri. Semmisal guru yang mengajarkan mata pelajaran kepada murid, manager yang mengajari karyawan-karyawannya, berdakwah di majelis-majelis pengajian, dsb.
Tapi ada hal yang harus diperhatikan sebelum mencapai tahap ‘tranfer’ pengetahuan ini yaitu tentang penguasaan terhadap pengetahuan itu sendiri. Dalam terminologi Ushul Fikih terdapat istilah jahl basit dan jahl murokkab. Jahl basith ialah orang tidak tahu akan sesuatu dan ketidaktahuannya ini hanya disimpannya pada dirinya sendiri. Selanjutnya jahl murokkab yakni orang yang tidak tahu namun dia mengajarkan ketidaktahuannya ini ke orang lain yang berimbas ke orang lain. Jahl murokkab inilah yang harus diwaspadai oleh orang-orang yang akan menyebarkan pengetahuannya.
Jikalau boleh menyebutkan seorang tokoh kita ambil contoh Bapak Bangsa kita yakni Bp. Abdurrahman Wahid. Beliau pernah menyampaikan sepenggal kalimat untuk menyemangati para pemuda yang berisikan tentang masa muda Gus Dur yang memiliki sedikit teman karena beliau sibuk dengan belajar. Tapi pada masa-masa berikutnya ketika beliau beranjak dewasa justru banyak orang yang ingin menjadi teman beliau karena keilmuan beliau yang mendalam dan setelah itu barulah beliau masuk dalam tahap penyebaran pengetahuan.
Kesimpulan yang dapat diambil ialah adanya runtutan yang harus dipenuhi seseorang sebelum ia terjun ke dalam masyarakat secara langsung (penyebaran pengetahuan). Yakni kematangan pengetahuan yang dimilikinya. Karena  itu , hendaknya diri sendiri ini mawas diri, sudah cukupkah pengetahuan yang dimiliki??? Kalau sudah dirasa cukup dan kita berani, silahkan sebarkan apa yang kalian ketahui dan miliki agar pengetahuan-pengetahuan pada generasi berikutnya lebih baik dari yang kita miliki.

Tugas Taarruf Mahasiswa Baru STAI Sunan Pandanaran : Membuat esay 3 Halaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar